Garuda Indonesia baru saja mendapatkan status 5-star airline oleh Skytrax setelah berjuang cukup lama dalam memperbaiki produknya. Namun, begitu mendapatkan penghargaan ini, Garuda Indonesia juga mengganti direktur utama Emirsyah Satar dengan Arif Wibowo yang sebelumnya adalah direktur utama anak perusahaannya, Citilink.
Strategi Emirsyah Satar untuk mengejar peringkat 5-star dari Skytrax meskipun bagus tetap menimbulkan pertanyaan mengenai performa laba/rugi Garuda. Kerugian tahun ini diperkirakan mencapai $200 juta, dan harga sahamnya sempat turun ke Rp. 415, nilai terendah sejak IPO. Anehnya, harga saham Garuda mulai naik ketika mulai muncul kabar bahwa Emirsyah Satar akan diganti di bulan Desember, dimana harga saham melonjak ke Rp. 540, sebelum turun kembali ke RP. 462. Ketika bulan Desember tiba, harga saham terus meningkat hingga RP. 625 dan bertahan tidak jauh dibawah nilai tersebut satu minggu ini.
Sepertinya pasar, meskipun sangat menghargai apa yang dilakukan oleh Emirsyah Satar untuk memperbaiki Garuda, merasa bahwa waktunya sudah tiba untuk perubahan lanjut. Strategi yang mungkin tepat di dekade lalu belum tentu tepat untuk masa kini.
Direktur utama baru Garuda Indonesia, Arif Wibowo, sebelumnya menjabat sebagai direktur utama Citilink dimana beliau berhasil membawa Citilink menjadi salah satu pemain besar di pasar domestik Indonesia sekaligus mengurangi kerugiannya. Hal ini dilakukan di saat kompetisi sengit, tidak hanya di pasar penumpang, tetapi juga untuk sumber daya manusia (khususnya pilot). Dengan beliau yang baru, saya malah diam² mulai prihatin apakah Citilink bisa melanjutkan suksesnya.
Ujung-ujungnya, sungguh ironis bagi saya bahwa ketika Garuda Indonesia mendapatkan rating 5-star airline oleh Skytrax, kepemimpinannya langsung diganti oleh kepala bisnis usaha LCCnya.
Apakah ini berarti akan ada banyak perubahan untuk membuat Garuda menjadi lebih efisien? Selamat bertugas dan good luck Pak Arif!