Ketika Garuda mengumumkan di bulan Februari bahwa mereka akhirnya mereka memilih CRJ1000NG untuk 100-seater mereka dan bukan E190, banyak yang kaget. Alasan yang diberikan pada saat itu adalah “alasan-alasan non-teknis”, tentunya ini membikin banyak orang penasaran.
Dibanding CRJ1000NG, E190 memiliki kabin yang lebih tinggi dan volume yang lebih besar, dan operating cost yang rendah. Biaya pengoperasian yang rendah ini telah menjadi pusat perdebatan antara supporter CRJ melawan supporter Ejets, dan CRJ mengklaim biaya pengoperasian yang lebih rendah. Namun, setelah lebih dari 15 tahun mengikuti debat Boeing vs Airbus, kita juga tahu bahwa operating cost itu hanyalah salah satu bagian dari perhitungan potensi keuntungan, bagian lainnya tentunya adalah potential revenue.
Lalu kenapa sebuah airline yang sedang sangat gencar memperbaiki sisi passenger experience nya memilih pesawat kecil yang sempit, dengan volume kabin per penumpang yang lebih kecil, dan volume ruang bagasi per penumpang yang lebih kecil, jika dibandingkan E190, untuk pesawat yang dikabarkan akan menggantikan Boeing 737-500 nya?
Jika daya ingat saya tidak menipu diri saya sendiri, di seminar IAFS Airlines Day yang diselenggarakan belum lama ini, Garuda mengakui bahwa pemilihan CRJ1000NG menimbulkan sedikit kekhawatiran diantara grup dialog frequent fliers nya (terdiri dari penumpang-penumpang frequent fliers Garuda yang paling sering terbang). Lalu kenapa? Garuda juga mengatakan bahwa kemungkinan mengadakan point-to-point services dan delivery slot yang lebih cepat menjadi alasan yang sangat kuat.
Namun seseorang dari Embraer yang hadir juga dalam seminar tersebut sempat mengatakan kepada saya bahwa di dunia ini pada saat ini hanya ada 2 (ya, cuman DUA) pengguna CRJ1000NG (Air Nostrum dari grup Iberia, dan Brit Air dari grup Air France), dan customer base untuk CRJ family di Asia jauh lebih kecil dibanding untuk Ejets, dan tentunya mengatakan bahwa pilihan Garuda tersebut bisa menjadi buah simalakama dalam waktu yang sangat cepat (beliau bahkan mengatakan menunggu untuk bisa mendapatkan Boeing 737-600/700 atau A318/319, bahkan menunggu Bombardier C-Series, bisa dibilang adalah pilihan yang lebih cocok jika Garuda ngotot untuk tidak menggunakan Ejets).
Saya pulang dari seminar tersebut dihantui dengan pertanyaan KENAPA? Lalu saya menemukan video ini, dan mungkin…. mungkin saya, alasan sebenarnya ada di video ini…
Gila? Tentu saya, tapi ini Indonesia! Jika memang ujung-ujungnya alasan kenapa mereka memilih CRJ1000NG adalah karena mereka bisa melakukan push-back setelah engine start cukup dengan tenaga otot, yah saya nggak akan kaget! Lagipula, Garuda berencana untuk menerbangkan pesawat ini ke kota-kota tujuan yang belum pernah didarati pesawat jet Garuda sama sekali sebelumnya…
Jika anda tidak bisa melihat sisi humor dari parodi ini, yah mohon ma’af!
Alasannya karena hanya bisa di dorong saja om..??
Seperti angkot dong, pesawat odong-odong mesin jets… 🙂
-Awal.M-
Baca disclaimer tulisan kecil di akhir posting blog nya dong! *grin*
mungkin…karena by design mirip2 F-28 yang sudah terbukti proven di bandara indo, he3
Oaaalaaah….so simple….. Padahal mikirnya udah jauh melang-lang k langit k 7…..wkwkwkwk….
coba itu tulisan dibikin kecil lagi, terus ganti jadi warna putih om.
Kalau gak salah, ketika saya terbang dari Detroit ke Washington DC, saya pake CRJ1000 -nya Delta deh. pls confirm
Saya google, Macedonian Air juga http://www.aircraftcompare.com/aircraft_images/883.jpg
SAS juga, CanadaAir juga, Estonian Air
lumayan banyak
Simple saja alasan garuda untuk menambah lapangan kerja
klo pake pushback car kan cuman hire satu orang.. (lapangan kerja sempit)
klo pake CRJ tinggal dorong (butuh 9 orang kyak di video, jadi lapangan kerja luas bisa hire banyak orang)
Disclaimernya gak kurang kecil itu om?