Dalam persiapan untuk peak-season Lebaran, Kemenhub melalui Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) serta Inspektorat Jendral (ItJen) melakukan ramp-check di 5 bandara besar (Jakarta Soekarno-Hatta (CGK/WIII), Surabaya Juanda (SUB/WARR), Bali Ngurah Rai (DPS/WADD), Medan Kualanamu (KNO/WIMM), dan Makassar Hasanudin (UPG/WAAA)) dari 27 Mei hingga 5 Juni.
“Sudah ada 133 pesawat di-ramp check untuk mengetahui sejak dini kesiapan armada melaksanakan angkutan di saat Lebaran,” jelas M Alwi ditemui detikcom di kantornya di Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara, M Alwi menjelaskan, “Yang diperiksa fisik pesawat, teknik pesawat serta policy pesawat. Sampai ban dan limit break kita cek. Kami hanya memeriksa pesawat dan kru. Umumnya pihak operator sudah menyiapkan diri. Ban, kampas pengereman sudah siap,” jelas Alwi.
Namun dijelaskan bahwa ramp check kali ini menghasilkan temuan terhadap 3 pesawat yang harus di grounded. 1 pesawat dikabarkan mengalami kerusakan berulang dari 11 Mei hingga 5 Juni dan akibatnya pesawat di grounded agar pesawat bisa diperbaiki dan dicari penyebab kerusakan tersebut. Selain itu Alwi menjelaskan juga bahwa sertifikat engineer yang melakukan reparasi, dicabut. Pesawat itu dari Maskapai Indonesia Air Asia, tipe Airbus 320,” jelas Alwi.
Pesawat kedua adalah Boeing 737-300 dari ExpressAir dengan registrasi PK-TXZ, yang dilaporkan mengalami temperatur tinggi pada mesin kiri dari 24 Mei hingga 28 Mei. “Pesawat itu kita grounded. Kalau sudah begitu nggak boleh terbang sampai serviceable,” ungkapnya.
Pesawat ketiga adalah pesawat Boeing 737-300 milik Sriwijaya Air, dimana pada mesin kiri ditemukan head seal assembly error. “Tanggal 5 Juni kemarin pesawat itu disertifikasi ulang dan di-grounded,” jelas Alwi.
Tentu saja aksi² seperti ini bagus buat konsumsi masyarakat awam bahwa Kemenhub menerapkan kebijakan “tak ada toleransi untuk keselamatan udara,” namun sepertinya 2 dari 3 maskapai diatas tidak mau tinggal diam saja dalam “sandiwara” ini!
Penjelasan Sriwijaya Air
“Itu posisi pesawat bukan di ramp check, bukan pada saat operasional. Pesawat itu memang di-schedule oleh Sriwijaya untuk mendapatkan renewal certificate of airworthiness (CofA). Nah itu dimasukkan kategori ramp check, padahal enggak,” ucap Senior Manager Corporate Communication Agus Soejono kepada detikcom, Rabu (8/6/2016).
Jadi, pesawat tersebut tidak di grounded karena ramp check menemukan pesawat berada dalam status operasional namun tidak layak terbang. Pesawat tersebut sedang tidak berstatus operasional karena pihak maskapai sudah menjadwalkannya untuk melakukan C-Check (pemeliharaan sedang/berat per 4000 jam terbang)!
Penjelasan Air Asia
Terkait dengan adanya temuan pada salah satu pesawat kami saat ramp check yang dilakukan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), kami ingin menegaskan bahwa pesawat tersebut memang tengah berada dalam rangkaian proses perawatan dan pemantauan yang dilakukan oleh tim maintenance kami, sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh pihak pabrikan pesawat.
Adapun program perawatan pesawat yang kami laksanakan telah mendapatkan persetujuan dan berlangsung dalam pemantauan secara berkala oleh pihak regulator di Indonesia.
Sehubungan dengan proses perawatan yang berlangsung, kami juga mengonfirmasikan bahwa seluruh teknisi AirAsia Indonesia memiliki sertifikat dari regulator serta melaksanakan tugas dalam koridor check and balance yang kami terapkan secara menyeluruh. Seluruh teknisi kami qualified dalam melaksanakan tugasnya, dan tidak ada satu orang pun yang dicabut sertifikatnya atas adanya temuan tersebut.
AirAsia Indonesia kembali ingin menekankan komitmennya pada kelancaran dan keselamatan operasional penerbangan serta kenyamanan penumpang, terutama jelang periode musim Lebaran tahun ini.
Dimana DirKUPPU M Alwi menjelaskan ada teknisi yang sertifikasinya dicabut, pihak Air Asia membantahnya dengan menjelaskan bahwa “tidak ada satu orang pun yang dicabut sertifikatnya atas adanya temuan tersebut.” Selain itu, kesimpulan dari penjelasan Air Asia tersebut adalah kerusakan berulang pada pesawat tersebut masih dalam penelusuran dan rektifikasi, dan pesawat masih layak terbang sesuai panduan yang dikeluarkan pabrik dan disetujui oleh pihak regulator Indonesia.
Jadi, Apa Maksud Dari Grounding² Ini?
Saya jadi berpikir, apakah yang melakukan inspeksi ramp check tersebut memeriksa apakah kerusakan² tersebut membuat pesawat tidak layak terbang sesuai dengan MEL (Minimum Equipment List) atau DDG (Dispatch Deviations Guide) untuk pesawat tersebut yang diterbitkan oleh pabrik pesawat dan disetujui oleh DKUPPU? Saya pribadi tidak yakin. Saya juga tidak bisa berkomentar mengenai temuan untuk pesawat Expressair karena informasinya kurang, namun saya mulai berpikir, mungkinkah temperatur tinggi yang dilaporkan di mesin kiri pesawat yang menjadi temuan ramp check tersebut adalah karena kepedulian pilot mengenai kesehatan pesawatnya meskipun temperatur mesih tersebut masih dalam batas normal yang ditetapkan pabrik? Ya bisa saja!
Untuk kasus Sriwijaya Air dan Air Asia, saya sendiri hanya bisa geleng² kepala. 737 tersebut sudah dicabut dari penjadwalan terbang karena sudah dijadwalkan untuk melakukan perawatan, dan saya gagal paham kenapa hal tersebut menjadi temuan dalam ramp check, kecuali jika inspektur yang melakukan ramp check tersebut tidak mengerti (dan ini menjadi kekhawatiran yang lebih besar bagi industri penerbangan kita). A320nya pun sepertinya masih dalam batasan² yang diperbolehkan MEL, dan sedang di monitor sambil mencari penyebabnya. Lagi² ini seharusnya bukan menjadi finding dalam ramp check, kecuali inspekturnya tidak mengerti. Yang juga parah adalah klaim bahwa sertifikat engineer yang melakukan perbaikan terhadap pesawat tersebut dicabut sedangkan menurut maskapai hal tersebut tidak/belum terjadi.
Semua ini mengarah ke kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan, bahwa temuan² dari ramp check tersebut bukanlah temuan² yang layak dilaporkan, tetapi adalah upaya pencitraan baik terhadap publik maupun atasan mereka bahwa mereka sedang tegas terhadap maskapai, tentunya dengan slogan, “kita tak ada toleransi untuk keselamatan udara.” Tidak ada toleransi? Lha, pabrik pesawatnya sendiri memberikan toleransi melalui MEL dan DDG, dan itu disetujui pula oleh pihak regulator!