Ketika Amerika dan Inggris mengeluarkan larangan terhadap barang-barang elektronik penumpang masuk kedalam kabin pesawat, beberapa maskapai yang kena dengan cepat berupaya untuk mencari layanan-layanan alternatif bagi kelangsungan kenyamanan penumpang. Namun pada saat itu reaksi utama saya adalah, “pasti akan ada yang sok lebay mau nerapin itu di Indonesia.” Benar atau salahkah praduga saya?
Salah kaprah PT JAS: Pengumuman yang terlalu cepat?
Pada tanggal 24 Maret, saya membaca sebuah artikel di Detik.com mengenai rencana PT JAS menangani larangan dari AS tersebut. Saya sedikit kaget membaca artikel tersebut dan menyimpulkan, “ah, mungkin wartawannya saja yang salah mengerti.”
Pada tanggal 28 Maret ketika pulang dari salah satu stasiun TV, saya ditelpon oleh wartawan salah satu media lainnya. Saya diminta komentar mengenai keputusan Perhubungan Udara mengenai pengetatan pengecekan barang-barang elektronik yang masuk ke dalam kabin (dan ini akan saya bahas nanti dibawah). Selain itu, saya diberikan bagian dari Press Release yang diterbitkan oleh PT JAS. Jujur, saya hanya bisa melongo. Ternyata, wartawan Detik tidak salah kutip. Saya cek juga, di Kompas ada artikel yang berisikan sama mengenai rencana PT JAS, “JAS ikuti larangan AS membawa alat elektronik ke kabin pesawat”. Saya benar-benar heran, KOK BISA?
Disitu tertera:
Nantinya, PT JAS wajib memastikan seluruh penumpang yang akan terbang ke AS dengan penerbangan apapun, dilarang membawa perangkat elektronik ke dalam kabin selain handphone dan smartphone.
“Perangkat elektronik seperti tablet, laptop dan sejenisnya yang berukuran lebih besar dari handphone atau smartphone harus dimuat di dalam bagasi tercatat (checked baggage), ” katanya.
Sepertinya keterangan yang diberikan sangatlah keliru. Indonesia tidak masuk ke negara yang kena larangan barang elektronik di kabin tersebut! Lebih lagi, dalam press release yang saya dapatkan tertera:
Disitu tertera, Emirates, Etihad, Saudia, Qatar Airways, dll (dimana Turkish Airlines juga merupakan customer PTJAS), dan di artikel sebelumnya saya sudah menjelaskan langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh maskapai-maskapai tersebut. Press Release Statement PT JAS ini malah mengkontradiksi apa yang diumumkan oleh beberapa maskapai-maskapai tersebut yang tidak mengharuskan alat-alat elektronik tersebut dimasukkan bagasi untuk penerbangan ke AS dari tempat pemberangkatan pertama!
OK, sebelum ada yang bilang bahwa press release ini diterbitkan sebelum maskapai-maskapai tersebut mengadakan layanan penitipan, ketika saya dihubungi oleh wartawan tersebut pada tanggal 28 Maret, dia belum menerima press release baru lagi dari PT JAS yang mengubah makna dari press release tanggal 24 Maret tersebut. Di media seperti Detik.com maupun Kompas, saya belum menemukan statement yang meralat kebijakan tersebut.
Terlepas dari kebijakan maskapai-maskapai yang dimaksud, kembali ke press release PT JAS tersebut bagian yang menyatakan “seluruh penumpang yang akan terbang ke Amerika Serikat dengan penerbangan apapun, penumpang dilarang membawa perangkat elektronik” yang lebih besar dari smartphone, sudah jauh melebihi statement TSA karena larangan tersebut hanya ditujukan ke beberapa negara di Tengah. Apakah PT JAS tidak membaca official statement dari TSA maupun maskapai-maskapai yang kena? Atau, Indonesia sudah bergeser ke Timur Tengah tiba-tiba?
Saya bingung perusahaan Tbk yang memiliki reputasi baik ini bisa melakukan kesalahan yang menurut saya fatal sekali, karena dikhawatirkan menjadi salah satu bumbu wabah salah kaprah yang akan saya bahas dibawah. Saya berharap kesalahan ini dapat diralat secepatnya.
Pernyataan dari Perhubungan Udara
Menanggapi kebijakan baru dari Amerika Serikat dan Inggris mengenai larangan perangkat elektronik di kabin pesawat, Direktorat Jendral Perhubungan Udara melalui Direktur Keamanan Penerbangan, M. Nasir Usman, mengeluarkan surat perihal “Pemeriksaan Laptop dan Barang Elektronik” yang menurut saya cukup jelas.
Namun sayangnya, surat ini tidak dapat membendung wabah kegilaan yang kemudian melanda Indonesia.
Salah kaprah yang mewabah
Tentu larangan ini membawa banyak kekhawatiran bagi keamanan barang-barang elektronik berharga penumpang. Kita semua tahu resiko bagasi kecurian seperti apa, apalagi di Indonesia. Sayangnya, banyak sekali yang, ma’af, sotoy sekali mengenai larangan AS ini, dan banyak yang memang bermental “harus susah” dan/atau “harus repot/ngerepotin” yang menggunakan kesempatan ini untuk unjuk wewenang, posisi, senioritas, kuasa, dan hal-hal lainnya, dengan menebarkan kekhawatiran dan kepanikan dengan kedok “demi keamanan.” Tambah lagi apesnya, kejadian ini yang dekat dengan 1 April (April Mop), membuat salah kaprah ini menjadi wabah diluar kendali sekelas epidemic contagion.
Bagusnya, pihak Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jendral Perhubungan Udara tidak ikut dalam wabah tersebut dan menegaskan dan dengan jelas menerangkan apa yang dimaksud dalam “memperketat pengawasan” peralatan elektronik penumpang yang hendak dibawa masuk ke kabin pesawat.
Puncak kegilaan masalah peralatan elektronik di kabin pesawat di Indonesia ini adalah pada akhir minggu 31 Maret – 2 April 2017. Keresahan menimbulkan ketidak mengertian dan menjadi tumpangan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pengelola bandara-pun menjadi korban wabah ini.
Puncak kegilaan
Bagi saya puncak kegilaan masalah ini terjadi pada, ironisnya, 1 April dimana saya membaca 2 artikel dari Tribun Jatim sebagai berikut:
Artikel ini menyebutkan:
Bandara Internasional Juanda pun melaksanakan perintah tersebut dengan membuat aturan untuk penumpang agar tidak membawa barang elektronik lebih besar dari handphone (seperti komputer jinjing, ataupun komputer tablet) ke dalam kabin pesawat.
Penumpang diminta untuk menaruh barang elektronik jenis tersebut bersama barang bawaan lain ke dalam bagasi pesawat.
Aturan ini resmi dijalankan oleh Bandara Juanda per tanggal 1 April 2017.
Buat saya, ini pasti ada kesalahan, karena kalau tidak, ini sudah benar-benar gila! Saya berharap ini hanya salah paham dengan yang diterangkan pihak bandara, namun, saya lalu membaca artikel ini:
Ini seperti mimpi buruk yang diluar kendali. Dalam artikel tersebut tertulis:
Humas Angkasa Pura I, Anom Fitranggono menekankan, penumpang yang membawa alat elektronik jenis tersebut harus meletakkannya di dalam bagasi pesawat.
Ditanya apabila ada barang yang rusak, Anom menyebut itu tanggung jawab maskapai.
“Kalau ada yang rusak, yang menjamin adalah airline atau ground handling-nya,” paparnya kepada tribunjatim.com, Sabtu (1/3/2017).
Waduh! Sepertinya kok memang bandaranya yang menyatakan larangan tersebut. Saya tetap berpegang kepada pernyataan resmi Perhubungan udara. Namun yang cukup gila bagi saya, Direktorat Jendral Perhubungan Udara akhirnya sampai harus memberikan statement lewat Twitter (@djpu151) sebanyak 12 butir guna menepis hoax yang bertebaran:
1. #SobatAviasi, Kami akan menjawab pertanyaan terkait aturan tentang pemeriksaan di Bandara yang lebih diperketat.
2. Kami ingin menegaskan bahwa dalam aturan tersebut TIDAK ADA larangan untuk membawa laptop/gadget ke dalam kabin pesawat.
3. Barang elektronik yang akan dibawa penumpang ke dalam pesawat terbang harus diperiksa dengan ketat dengan X-ray dan juga secara manual.
4. Laptop dan barang elektronik lainnya dengan ukuran yang sama harus dikeluarkan dari tas / bagasi dan diperiksa melalui mesin x-ray.
5. Namun jika dalam pemeriksaan menggunakan mesin X-Ray tersebut masih membuat ragu X-Ray operator, baru akan dilakukan pemeriksaan manual.
6. Pemeriksaan barang elektronik secara manual yang akan dilakukan petugas adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
7. Pemeriksaan manual: A. Calon penumpang/pemilik barang harus menghidupkan perangkat elektronik tersebut.
8. Pemeriksaan manual: B. Calon Penumpang / Pemilik barang elektronik akan diminta mengoperasikan perangkat elektronik tersebut.
9. Pemeriksaan Manual: C. Personel keamanan penerbangan akan mengawasi dan melihat hasil pemeriksaan dari perangkat tersebut.
10. Pemeriksaan manual yang lebih diperketat seperti ini dilakukan tidak lain untuk menjaga keamanan bersama dalam penerbangan.
11. Karena keamanan penerbangan merupakan satu kesatuan dengan keselamatan penerbangan.
12. Jadi sekali lagi, TIDAK ADA larangan membawa laptop atau perangkat elektronik ke kabin pesawat. Pemeriksaanya saja yg lebih diperketat.
Memang benar-benar keterlaluan jika Perhubungan Udara sampai harus mengeluarkan statement seperti ini, dan statement seperti ini tidak hanya di Twitter, tetapi juga di akun resmi Direktorat Jendral Perhubungan Udara di Facebook.
Kegilaan yang akhirnya mereda
Mungkin karena bangsa Indonesia banyak yang lebih percaya media sosial dibanding media resmi, kepanikan masalah larangan ini mewabah dikarenakan adanya unsur bumbu-bumbu mengenai larangan ini, namun statement resmi Kemenhub mengenai tidak ada larangan yang beredar sepertinya baru mulai dianggap resmi setelah beredar di media sosial!
Paling tidak, dampaknya bisa dilihat mulai tanggal 2 April, khususnya di TribunJatim.com dengan artikel berjudul Barang Elektronik Boleh Masuk Kabin Pesawat, Ini Penjelasan Angkasa Pura I Juanda Surabaya dimana tertera:
Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya menarik pernyataannya tentang penerapan larangan penumpang membawa barang elektronik ke kabin pesawat.
Selain itu, beberapa media juga telah memuat keterangan dari DirJen HubUd, Agus Santoso, bahwa tidak ada larangan barang elektronik di kabin pesawat. Selain itu, Agus Santoso menyampaikan bahwa:
“Kemenhub akan mengambil langkah hukum terkait dengan penyiaran informasi bohong melalui media sosial yang menyatakan bahwa Kemenhub melarang penumpang membawa laptop dan handphone ke pesawat,” ujar Agus, Minggu (2/4/2017) (TribunJatim)
Saya sangat gembira mendengar bagian terakhir ini dan beberapa wartawan menghubungi saya di akhir hari Minggu (2 April) meminta tanggapan mengenai statement resmi ini, dimana di beberapa saya mengatakan bahwa saya sendiri bingung kok sampai segila ini informasi bohong ini menyebar dan dipercayai. Semoga kegilaan ini cukup hanya bertahan selama weekend April Mop ini dan tidak berkelanjutan.