Pada pagi haru Sabtu 19 Maret, saya baru saja keluar dari rumah ketika ditelpon dari Moscow mengenai kecelakaan FlyDubai di Rostov-na-Donu yang menewaskan lebih dari 50 orang. Sayangnya saya tidak bisa langsung on-air karena sedang bergegas menuju rapat yang sudah dijadwalkan, namun sepanjang hari sedikit demi sedikit saya mengumpulkan informasi, terutama informasi dari ADS-B yang dimuat oleh FlightRadar24, dan beberapa faktor langsung masuk daftar kemungkinan penyebab dan sore hari itu saya menulis:
Opinion: Steep angle of #FD981's final moments are not signs of engine failure, spatial disorientation most likely. 🙁
— Gerry Soejatman (@GerryS) March 19, 2016
Saya juga menulis mengenai fatigue namun saya lupa saya tulis dimana, tetapi pada jam 4 sore saya akhirnya on air di Russian Times TV, dan mengemukakan bahwa spatial disorientation dan fatigue merupakan hal yang akan dilihat oleh investigator kecelakaan, MAK.
Memang kecelakaan ini butuh sedikit waktu untuk mengerti mekanisme faktor² penyebab, dan masih banyak yang harus ditelaah lagi, namun setelah 1 minggu saya rasa pembaca blog ini dan juga followers media sosial saya sudah ingin tahu pendapat saya mengenai faktor² penyebab.
Pendapat saya belum berubah yaitu kemungkinan besar spatial disorientation ditambahkan atau dikarenakan oleh fatigue merupakan 2 faktor terpenting di musibah ini.
Flight summary:
- Pesawat berangkat pada pukul 18:38UTC dan melakukan approach pertama dibatalkan pada 22:42UTC.
- Approach pertama dilakukan sesuai Standard Arrival ER22A melalui NDB Manichsky, lalu ke ILS untuk runway 22 yang akhirnya dibatalkan dengan go-around.
- Setelah go-around pesawat berputar-putar seperti tidak menentu setelah mencapai ketinggian 8000 kaki, namun kemudian memasuki holding di Manichsky di ketinggian 15000 kaki.
- Pesawat membawa bahan bakar cukup untuk terbang selama 8.5 jam.
- Approach kedua dimulai pada 00:20UTC
- Kecelakaan terjadi pada waktu 03:43 waktu setempat (00:43UTC)
- Pada saat kecelakaan crew sudah on-duty sekitar 8 jam (dari 16:45UTC hingga 00:43UTC)
- Cuaca bandara dilaporkan hujan dengan turbulence dan angin 240⁰ dengan kecepatan 28 knots dan gusting hingga 44 knots, dan sempat 34 knots hingga 50 sewaktu pesawat holding.
Isu mengenai Fatigue
Fatigue dengan sendirinya seharusnya tidak mengakibatkan kecelakaan. Namun sebelum kita bahas lebih lanjut, mari kita lihat faktor² lain.
Pesawat Penumpang Jaman Sekarang – Setara dengan pesawat tempur!
Dengan berat pesawat sekitar 55 hingga 60 ton pada saat kejadian menghasilkan Thrust-to-Weight ratio pesawat berada di 0.43 hingga 0.47. Meskipun ini masih jauh dibawah pesawat tempur yang tercanggih, namun:
- Masih lebih baik daripada pesawat tempur dan latih BAe Hawk (seri 100) di berat maksimum (0.325), dan sama ketika membawa muatan misi pendek.
- Masih sama dengan pesawat latih tempur T/A-50 pada maximum thrust tanpa afterburner.
- Masih lebih bagus dibanding pesawat latih Alpha Jet untuk misi pendek (0.27).
Masalahnya, ketika sedang dalam kondisi kecepatan dan trim untuk approach dan berat yang rendah, ketika melakukan go-around, mesin pesawat Boeing 737-800 yang terletak dibawah sayap akan menghasilkan momentum nose up yang cukup besar, dan ini bisa menghasilkan sudut pitch yang besar disertai dengan akselerasi atau deselerasi longitudinal tergantung dengan kondisi saat kejadian. Tidak jarang pilot harus berantem dengan pitch up moment tersebut dengan mendorong yoke dan menggunakan trim switches. Apakah berantem dengan pesawat ini terjadi atau tidak dikejadian ini tentu membutuhkan informasi dari Flight Data Recorder. Berikut contoh kejadian nose-up moment di sebuah Boeing 737-500 di Rusia juga beberapa tahun yang lalu:
Pada kasus Tatarstan Airlines 363, ketika melakukan go-around, nose-up moment yang dihasilkan oleh daya dorong mesin membuat pesawat menambah ketinggian dengan sudut pitch hingga 25 derajat dan indicated airspeed pesawat mulai menurun ketika crew menaikkan roda pendaratan pesawat. Crew tidak memberikan input kendali positif menggunakan yoke dari awal go-around yang mengakibatkan kecepatan pesawat menurun dari 150 knots hingga 125 knots, ketika creew mulai upaya pengendalian pesawat dengan mendorong yoke, yang menghasilkan pesawat berhenti naik, hingga mulai turun dan menukik serta menambah kecepatan. Critical Angle Of Attack tidak tercapai (pesawat tidak stall) pada saat kejadian. Setelah mencapai ketinggian 700 meter, pesawat mulai menukik tajam, dengan sudut pitch mencapai −75° pada akhir rekaman.
Saya tidak puas menerima penjelasan faktor penyebab Tatarstan 363 untuk kejadian FlyDubai 981 karena data ADS-B memperlihatkan bahwa groundspeed pesawat terus bertambah pada porsi climbing di go-around kedua sebelum pesawat menukik, Kawan saya (yang saya anggap sebagai guru), sempat menulis mengenai acceleration-based sensory illusion beberapa kali dalam diskusi² mengenai kecelakaan pesawat lainnya, dan kita berdua sama² mencurigai ini sebagai faktor penyebab kecelakaan.
Somatogravic Illusion
Somatogravic Illusion biasanya terjadi pada saat missed-approach atau go-around di malam hari atau dalam instrument meteorological conditions ketika kecepatan rendah dan tenaga mesin ditambahkan dengan cepat dan menghasilkan akselerasi pesawat yang cukup kencang. Tanpa adanya input visual alami dari luar pesawat, hal ini akan mengakibatkan sensasi kuat seperti kepala mendangak keatas, yang dianggap (salah) oleh pilot sebagai pesawat sedang mendangak keatas sedangkan pesawat mungkin sedang berada dalam sudut datar atau sudut naik yang masih rendah. Inilah yang dinamakan somatogravic illusion.
Seorang pilot yang tidak sadar akan terjadinya ilusi tersebut akan mendorong control column (atau yoke atau sidestick) pesawat untuk mengendalikan sudut climb yang berada di imajinasinya dan berharap menurunkan hidung pesawat akan mengembalikan pesawat pada level flight padahal sebenarnya mereka malah menukikkan pesawat. Dengan menurunnya sudut pitch pesawat, pesawat akan menambah akselerasi longitudinalnya, dan ini mengakibatkan sensasi tambahan bahwa hidung pesawat masih tambah naik, mengakibatkan pilot menambahkan input kendali untuk menurunkan hidung pesawat. Ilusi ini biasanya berakhir dengan pilot menukikkan pesawat hingga sudut tukik yang cukup curam dan ground contact tidak bisa lagi dihindarkan.
Jika selain akselerasi, hidung pesawat juga naik, pilot akan merasakan sensasi kuat bahwa pesawat sedang naik dengan sangat cepat. Ilusi false (steep climb ini akan mengakibatkan pilot untuk menurunkan hidung pesawat untuk menurunkan kecepatan vertikal pesawat. Pesawat kemudian berakselerasi cepat dan memperkuat ilusi tersebut. Dalam hal ini pilot tidak bisa bergantung pada input indera dari auris interna dah harus mengkonfirmasi orientasi pesawat menggunakan attitude indicator pada primary flight display (PFD). Namun fatigue bisa mengakibatkan pilot mengikuti instinct alaminya dibanding mengikuti pengalaman pelatihannya.
Hasil analisa dasar data ADS-B mengungkapkan bahwa go-around kedua lebih curam sudut kenaikannya dan akselerasi longitudinal yang rata² lebih tinggi dari go-around pertama, ini memperlihatkan bahwa resiko terhadap somatogravic illusion lebih tinggi di go-around kedua. Dimana pesawat berhenti naik dan mulai menukik, kita bisa melihat akselerasi longitudinal yang cukup besar, dan ini bisa mempersulit pilot untuk sadar akan ilusi tersebut.
Bagaimana somatogravic illusion dan fatigue fit cocok dengan bocoran² informasi investigasi?
Kita bisa menyimpulkan bahwa crew melalukan single autopilot approach, yang wajar dalam sehari-harinya. Ketika mereka memutuskan untuk batal mendarat, mereka memencet tombol TO/GA agar flight director dan pemanduan navigasi pesawat masuk ke go-around mode. Karena hal ini dilakukan di ketinggian lebih rendah dari 2000 kaki diatas pemukaan tanah, autopilot pesawat mati secara otomatis. Autopilot bisa dinyalakan lagi selama tidak ada input kendali pada yoke pesawat dan stabilizer trim pesawat tidak dalam kondisi cutout.
Bocoran yang keluar sepertinya diakibatkan dan mengakibatkan kebingungan serta kesimpang-siuran mengenai stabilizer trim. Karena saya sudah pernah berada ditengah-tengah kebingungan dan kesimpang-siuran media akibat masalah penerjemahan, saya mencari artikel yang terlihat tidak termakan oleh kesulitan penerjemahan, yaitu:
Setelah kapten memutuskan membatalkan pendaratan, pesawat Boeing tersebut mencapai ketinggian 150 meter.
“Pendakian berlanjut secara otomatis selama 40 detik,” menurut sumber. “Enah kenapa, kapten mematikan autopilot sebelum pesawat mencapai ketinggian yang dituku. Mungkin pesawat terkena turbulensi, dan ketika autopilot dimatikan, pesawat tersebut menukik ke daratan.”
Menurut transkrip, salah satu pilot mengakatakan ke yang lain, “Jangan khawatir, tarik!” Reporter mengutip pakar ahli yang menyimpulkan setelah autopilot dimatikan, kapten mencoba untuk mengurangi kenaikan ketinggian, namun entah kenapa, vertical stabilizer pesawat aktif setelah pesawat menukik. Ada kemungkinan kapten tidak sengaja mengaktifkan stabilizer melakui switch di jempolnya ketika mematikan autopilot. Kemungkinan dia tidak sadar akan hal tersebut karena sudah terlalu letih. Akibatnya, dia tidak bisa mengendalikan pesawat dan kedua pilot tidak bisa memahami problem yang mereka hadapi.
Diterjemahkan dari: SputnikNews
Saya rasa versi ini bisa kita urut ulang menjadi:
- Go-Around, A/P (autopilot) mati.
- Pesawat naik selama 40 detik dengan kemungkina besar A/P dinyalakan kembali.
- Salah satu pilot tidak nyaman dengan kondisi tersebut.
- Salah satu pilot mematikan A/P, menggunakan trim thumb switches pada yoke didepannya.
- Salah satu pilot memberikan input nose-down mealui trim thumb switches.
Ingat, menurut rekaman percakapan dengan ATC, crew meminta ketinggian 8000 kaki sebagai ketinggian mereka jika mereka harus go-around, jadi mereka tidak perlu buru² mengurangi kecepatan kenaikan pesawat. Pada kecepatan vertikal 4000 kaki per menit pun, pada ketinggian 4000 kaki mereka masih ada waktu 1 menit lagi sebelum mencapai ketinggian 8000 kaki.
Apakah pesawat sempat stall?
Beberapa bocoran informasi juga mengindikasikan pesawat sempat stall. Sayangnya bocoran² ini melewati sumber² yang anonim sehingga tidak bisa kita uji tau verifiksi akurasinya karena kita juga tidak mempunyai informasi dari flight data recorder. Namun berdasarkan data dari ADS-B, kita bisa menyimpulkan bahwa kemungkinkan pesawat mengalami stall sangat kecil. Kenapa? Mari kita kembali ke yang satu ini:
Kita bisa lihat disini bahwa pada upaya approach kedua, groundspeed setelah go-around di setiap ketinggian sebelum pesawat menukik, lebih tinggi dibanding pada saat sebelum go-around. Kalaupun flaps pesawat dinaikkan dari Flaps 30 atau Flaps 40 ke Flaps 15 pada saat go-around, stall atau kondisi mendekati stall sangatlah kecil kemungkinannya.
Beberapa “informasi bocoran” memang sepertinya mengarah kepada stall, tetapi tidak ada yang menyebutkan stall warning atau stick shaker berbunyi. Justru bocoran terkini yang mengindikasikan sempat adanya cek-cok antara kedua pilot, dan ini menurut saya mengindikasikan bahwa salah satu pilot merasa tidak nyaman dengan sudut kenaikan pesawat yang curam dan akselerasi yang dirasakannya (artinya: somatogravic illusion), dan menghasilkan satu pilot ingin meneruskan climb tersebut sedangkan yang satunya lagi ingin sudut hidung pesawat diturunkan untuk mengurangi kecepatan kenaikan ketinggian.
Mudahkah Somatogravic Illusion ini dicegah?
OK, sebelum ada yang teriak “kenapa gak latihan ini di simulator sih biar bisa diantisipasi,” ada beberapa hal yang harus diingat:
- Motion pada simulator yang digunakan untuk latihan pilot komersil tidak bisa mensimulasikan somatogravic illusion. Justru simulator tersebut menggunakan sensory illusion kita untuk membuat kita merasa pesawat tersebut sedang miring, naik atau turun.
- Untuk membuat sebuah suasana yang rentan akan sensory illusion, crew-nya harus dibuat letih terlebih dahulu, dan keletihan yang mudah untuk merusak sensory perception mereka harus diakibatkan oleh mensimulasikan penerbangan yang panjang dengan kondisi jam badan yang mirip dengan penerbangan ini; masalahnya, waktu penggunaan simulator juga tidak murah!
Kita harus ingat juga bahwa kecelakaan ini terjadi ketika pesawat melakukan go-around dengan berat yang sangat rendah. (Salah satu) pilot mungkin tidak biasa dengan akselerasi yang kuat dan sudut kenaikan yang curam, karena latihan go-around tidak biasanya dilakukan di simulator dengan simulasi berat pesawat yang sangat ringan.
Kesimpulan
Meskipun Somatogravic Illusion menurut saya merupakan kemungkinan yang paling kuat pada saat ini sebagai faktor penyebab menukiknya pesawat, tentu faktor² lain akan ditelusuri juga oleh pihak investigasi kecelakaan yang berwenang. Walaupun banyak bocoran² yang keluar, pihak investigasi Rusia, MAK, tetap bersikeras untuk tidak memberikan komentar apapun (dan ini benar!). MAK juga telah mengatakan bahwa mereka butuh waktu satu hingga dua minggu kedepan untuk menyiapkan statement awal mereka berdasarkan data dari flight data recorder dan cockpit voice recorder.