Internet on-board, bisakah dilakukan di Indonesia dengan benar
baik untuk operator pesawat charter maupun reguler?
Internet On board memang adalah hal yang lagi HOT di industry maskapai penerbangan. Garuda hari ini mengumumkan bahwa pesawatnya yang akan tiba tahun depan akan dilengkapi dengan layanan WiFi on board.
Untuk teknologi ini, untuk sementara ada beberapa metode yang berbeda yang bisa digunakan oleh Garuda:
- Menggunakan L-band Aeronautical Mobile Satellite Service
- Untuk ini, saya bahas nanti…
- Menggunakan Ku-Band atau Ka-Band Aeronautical Mobile Satellite Service
- Kalau ini yang digunakan, timbul beberapa pertanyaan:
- Wi-Fi nya pake ISP lokal atau luar negeri? Karena kabin pesawat itu terhitung sebagai wilayah Republik Indonesia, yah, ISP nya juga harus sesuai dengan UU No. 36 Tahun 1999 dengan ijin yang lengkap. Kalau tidak, yah artinya bisa dong di pesawat Garuda nanti melakukan Online Gambling, atau malah buka situs porno, karena ISP nya tidak mengikuti regulasi Indonesia.
- Kalau pakai Ku-Band satellite service dari luar, apakah Garuda menggunakan service provider lokal? Kalau tidak, ini akan melanggar UU No. 36 Tahun 1999. Kalau iya, pertanyaannya, apakah service provider lokal tersebut memenuhi persyaratan sesuai UU No. 36 Tahun 1999, kalau tidak, yah tetap melanggar hukum dong.
Layanan L-Band Aeronautical Mobile Satellite Service
Network yang bisa digunakan untuk bisa menyediakan Wi-Fi on board ada Iridium, dan Inmarsat-4. Untuk Inmarsat-3, biaya nya dihitung sebagai biaya waktu penggunaan, dan bila digunakan untuk Wi-Fi onboard, biayanya akan sangat mahal. Untuk Thuraya network, yah, product aerospace mereka jauh ketinggalan dibanding Iridium dan Inmarsat-4.
Untuk Iridium, local service providernya sih ada, dia punya landing rights untuk Iridium di Indonesia, tapi dia tidak punya ijin Sistim Komunikasi Data, sehingga barang siapapun yang melakukan transmisi atau menfasilitasi transmisi data, yah dia akan melanggar hukum Republik Indonesia. Gak usah sampe ngomongin ijin atau partner dia untuk Internet Service Provisionnya dech… Lagian, data transmission rate nya rendah sekali.
Untuk Inmarsat-4, ada operator lokal yang memiliki Hak Labuh, ijin Siskomdat, dan ijin ISP. Masalahnya, Garuda belum membahas ini dengan operator lokal Inmarsat-4 tersebut. Diskusi yang pernah ada malahan si operator ini sepertinya dipersulit oleh “jagoan2 di dalam yang didukung oleh operator yang tidak sesuai dengan UU 36/1999.” Dijelaskan mengenai perundang-undangan dan regulasi telekomunikasi malah dibales dengan mengatakan, “kita kan Garuda!” Yah, kalo mo ngelanggar ya kok pake bangga2an sih? Inget lho, anda sekarang adalah perusahaan Tbk.
Pada saat ini, dugaan saya adalah Garuda berniat untuk melakukan layanan internet on-board dengan OnAir, sebuah perusahaan telekomunikasi penyedia jasa Inmarsat-4 dari Swiss. Perusahaan ini adalah joint venture antara Airbus dan SITA. Permasalahannya, OnAir tidak punya ijin untuk beroperasi di Indonesia dan tidak ada ijin untuk menjual layanannya ke perusahaan Indonesia.
Dugaan saya ini berdasarkan penjelasan bahwa salah satu layanannya adalah sambungan internet menggunakan Wi-Fi di pesawat. Segment ini tidak ditawarkan oleh penyedia jasa yang pernah sempat direncakanan kerjasama oleh Garuda Indonesia sebelumnya, yaitu Aeromobile (joint venture ARINC dan TeleNor (Telekom nya Norwegia), dan berdomisili di Inggris). Aeromobile tidak menyediakan layanan non-seluler. Rencana Garuda sebelumnya terbentur di masalah perijinan telekomunikasi, terutama ijin hak labuh (landing right) bagi si penyedia jasa satelitnya.
Yah, OnAir tidak punya ijin Hak Labuh untuk Inmarsat-4 di Indonesia, yang memiliki ijinnya untuk di Indonesia adalah PT. DNK.
Kenapa saya angkat lagi masalah ijin hak labuh, karena belum lama ini, salah satu anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Heru Sutadi, mengungkapkan pendapat
…terdapat beberapa hal yang harus tegas diatur soal layanan telekomunikasi di pesawat terutama jika armada berada di wilayah udara RI yang membutuhkan penyelenggara telepon berizin.
“Adanya izin tentu memaksa munculnya hak dan kewajiban seperti Biaya Hak Penggunaan (BHP) telekomunikasi, sumbangan Universal Service Obligation (USO), dan masalah interkoneksi. Belum lagi jika layanan berbasis telepon satelit yang membutuhkan adanya landing right,” jelasnya.
Saya juga ingin menjelaskan, bahwa, hukum yang berlaku didalam pesawat registrasi Indonesia, adalah hukum Indonesia, dimanapun pesawat itu berada, dan hukum yang berlaku untuk transmisi satelit dari pesawat, adalah hukum negara dimana pesawat itu berada.
Mari kita tutup dengan mempertanyakan kembali, apakah Garuda akan menggunakan operator satelitnya yang legal sesuai Undang-undang No. 36 Tahun 1999 mengenai Telekomunikasi, atau tidak?